Mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa suatu negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya? Terutama di situasi tertentu agar menambah daya beli masyarakat.
Nah, ada 2 alasan inti kenapa suatu negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya. Simak penjelasannya berikut ini.
1. Nilai tukar anjlok
Pertama, jika suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, akan berpengaruh kepada nilai tukar mata uang yang menyebabkan kurs semakin turun, atau membuat nilai tukar anjlok.
Jumlah uang yang beredar berpengaruh terhadap nilai tukar uang asing. Makanya, negara tidak mencetak uang terlalu banyak karena alasan ini.
2. Inflasi atau kenaikan harga barang
Seperti yang sudah disebutkan, saat suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, otomatis banyak masyarakat yang memegang banyak uang dan menyebabkan kemampuan belinya meningkat.
Kalau itu terjadi, justru bisa memicu inflasi yang tinggi dan harga barang akan naik karena menyesuaikan keadaan. Nilai uangnya bakal ikut berkurang karena terlalu banyak uang beredar di pasar.
Ada beberapa negara yang pernah mencetak uang dengan jumlah sangat banyak dan membagikannya ke masyarakat demi menyelamatkan kondisi ekonomi mereka. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, ekonomi negara tersebut hancur karena tingkat Inflasi yang tinggi.
Zimbabwe adalah salah satu contoh negara yang pernah mengalami inflasi karena mencetak uang secara secara berlebihan. Zimbabwe mengalami inflasi hingga 11,250 juta persen, bahkan pernah menyentuh 231 juta persen pada 2008.
Tingginya inflasi membuat salah satu negara di benua Afrika itu melakukan redenominasi mata uang dengan menyederhanakan uang 10 miliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar atau menghilangkan 10 angka nol.
Alasan inilah yang membuat suatu negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya secara sembarangan. Maka dari itu, negara di belahan dunia manapun pasti akan berfikir ulang ketika ingin mencetak uang. Pasalnya, akan berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut.
Ini juga menjadi alasan kenapa suatu negara memilih berhutang daripada mencetak uang dalam jumlah banyak, termasuk negara maju sekalipun. Jadi, hal ini biasa dilakukan demi membangkitkan perekonomian suatu negara.
Alasan lainnya, selain dolar Amerika Serikat (AS), mata uang lain tidak umum dipakai secara internasional. Jadi, tidak bisa asal dicetak banyak.
Berbeda dengan dolar AS yang tidak hanya digunakan untuk transaksi dan pendanaan di dalam negeri saja, melainkan internasional.
Dolar AS adalah mata uang yang digunakan untuk segala jenis transaksi lintas negara, termasuk Indonesia bila melakukan impor barang, bayarnya tidak menggunakan rupiah tetapi dolar AS.
Secara umum, mata uang negeri Paman Sam ini bisa dicetak sebanyak-banyaknya, tetapi kalau dibarengi dengan permintaan yang banyak pula.
Meski begitu, tetap ada ketentuan dan batasannya, karena kalau kebanyakan bisa inflasi yang ujung-ujungnya merugikan negara sendiri.
Sebagai contoh, Bank Indonesia (BI) tidak bisa ujug-ujug mencetak uang dalam jumlah banyak seperti Amerika Serikat walau ekonomi sedang tertekan pandemi. Sebab, ada perbedaan permintaan rupiah dan dolar AS.
AS bisa leluasa mencetak uang karena penggunaan dolar AS sejatinya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan transaksi dan pendanaan di Negeri Paman Sam saja. Dolar AS merupakan mata uang internasional yang digunakan untuk berbagai jenis transaksi lintas negara.
Jadi berapa pun AS cetak dolar, meski tetap ada batasnya, itu tidak ada pengaruhnya ke inflasi di AS di dalam situasi normal karena permintaan dolar itu banyak sekali. Sementara bila BI mencetak rupiah terlalu banyak, yang terjadi justru bisa memunculkan inflasi atau kenaikan harga barang. Sebab, jumlah uang yang beredar meningkat dan bisa menurunkan nilai rupiah.
Belum lagi, permintaan rupiah sejatinya tidak cukup besar karena hanya bisa digunakan untuk transaksi di dalam negeri. BI juga tidak bisa mencetak uang lalu dibagikan begitu saja ke masyarakat atau dikenal dengan istilah helicopter money.
Bila suatu negara membutuhkan peran bank sentral negaranya untuk ikut menanggung besarnya kebutuhan biaya ekonomi dan kebutuhan hidup masyarakatnya, hal yang paling wajar dilakukan adalah membeli Surat Berharga.
Lebih lanjut, simak penjelasan di video berikut ini.
(Video ini menjelaskan contoh kasus negara yang mencetak uang banyak bagi masyarakatnya dan menjelaskan bagaimana konsekuensinya secara ekonomi dengan logika yang sederhana.)
Comments